Minggu, 03 Mei 2015

CERPEN JANGKAR EMAS IBU (ITN MALANG NEWS, SABTU 2 MEI 2015)

JANGKAR EMAS  IBU

Kau pikir enak  jadi mahasiswa akhir? Entah semester delapan, sepuluh, duabelas, empat belas, berapapun, kau pikir enak? Kau tahu, dari semua hari-hari dan semesterku di kampus ini, semester akhir inilah yang paling kubenci. Ya. Kau pasti tahu alasannya. Skripsi!

Aku juga bingung, kenapa semua mahasiswa harus membuat skripsi jika ingin lulus jadi sarjana secara terhormat. Ya terhormat! Karena ada cara lain yang bisa kau tempuh untuk keluar dari kampus ini.  Mau kuberi tahu caranya? Tak usah bayar uang  semestermu, lalu pulanglah ke kampung halamanmu. Beres! Tak ada lagi tugas-tugas kuliah yang memuakkan, pun dosen-dosen yang seperti dewa. Harus dihormati dan dipatuhi segala perintahnya. Jika tidak sesuai  dengan hatinya maka ia dengan seenaknya tak mau mengajar. Huh!

Sudahlah, aku tidak mau mengingat dosen-dosen semester-semester lalu yang memuakkan, karena tentu saja masih banyak dosen yang menyenangkan, humoris dan memperlakukan mahasiswanya layaknya teman. Aku suka dosen jenis ini. Kau juga kan? Yah, setidaknya dengan humornya aku tak pernah ngantuk lagi saat jam-jam kuliah.

Sabtu, 02 Mei 2015

CERPEN ISTRI CERPENIS (REPUBLIKA, 3 Mei 2015)

ISTRI CERPENIS

Dulu aku jatuh cinta karena cerpen-cerpennya. Ada pelet dalam kata-katanya. Memang iya, aku jatuh cinta padanya bukan melihat wajah, pekerjaannya atau kendaraannya. Dia tak lebih tampan dari pria kebanyakan. Bukan pegawai negeri seperti menantu idaman ibu-ibu. Aku masih ingat, Saat ditanya oleh ayahku apa pekerjaannya untuk menghidupiku Dia dengan lantang menjawab, “Saya cerpenis Pak”.
***
Seperti pagi sebelum-sebelumnya, aku mengantar pisang goreng buatanku ke warung Mbak Karsi, aku menitipkan pisang goreng yang kubuat selepas Shubuh. Resep warisan ibu, seperempat tepung beras dan sedikit terigu, cukup membuat pisang goreng hangatku digemari pembeli.
“Kasihan ya Mira, harus kerja buat pisang goreng begitu, eh suaminya malah nggak kerja” aku berusaha menulikan telingaku, “Salah sendiri dulu milih Hadi, coba kalau Mira kawin sama Ikbal anaknya Pak Naryo, pasti sekarang dia nggak harus hidup susah begitu”
Padahal Shubuh tadi aku sudah berdoa, semoga ibu-ibu tak membicarakan tentang suamiku lagi, aku sudah tak tahan dengan semua bisik-bisik itu, tapi rupanya doaku belum terkabul sekarang. Aku memilih pergi dari warung itu, aku tak mau makan hati pagi-pagi. Tak tahu asal muasalnya darimana, cerita tentang suamiku seempuk pisang goreng hangat di mulut mereka. Nikmat. Lumat.