Sabtu, 11 April 2015

BUKU DIARY GURU DAN PESERTA DIDIK SEBAGAI UPAYA UNTUK MEMBANGUN KETERBUKAAN ANTARA GURU, PESERTA DIDIK DAN ORANG TUA, MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS DAN KEPEKAAN SOSIAL


Rizza Mar’atus Sholikhah
Mahasiswa S2 PGMI UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tak semua peserta didik dapat terbuka pada orang lain. Banyak peserta didik yang kesulitan dan takut mengungkapkan ide dan perasaanny kepada guru dan orang tuanya. Ia cenderung takut salah atau tak mempunyai kepercayaan diri. Selain itu anak-anak di sekolah dasar  banyak mengalami kesulitan dalam mengarang. Buku diary guru dan peserta didik hadir sebagai gagasan dan bentuk upaya untuk membangun keterbukaan antara guru, siswa dan orang tua, meningkatkan kemampuan menulis dan kepekaan sosial. Dengan diary ini, anak terlatih menulis, merangkai kalimat dan mengungkapkannya dengan jujur dan percaya diri. Diharapkan anak tak lagi merasa takut untuk mengungkap gagasan, perasaan dan cerita-ceritanya kepada guru dan orang tua.

Kata kunci: Diary, Menulis, Terbuka

A. Pendahuluan
            Anak-anak yang duduk di usia sekolah dasar, baik di kelas rendah (1-3) atau kelas tinggi (4-6) sudah menegenal tentang menulis meskipun banyak kalangan yang masih pro dan kontra tentang mengajarkan membaca dan menulis pada anak usia dini. Sebagian menyatakan bahwa membaca dan menulis pada usia anak sebelum sekolah dasar berarti memaksakan anak untuk memiliki kemampuan yang seharusnya baru diajarkan di sekolah dasar. Hal ini mengakibatkan waktu bermain, yang seharusnya adalah aktivitas dominan di usia mereka akan berkurang atau bahkan terabaikan, sehingga dikhawatirkan akan menghambat perkembangan potensi dan kemampuan anak secara optimal dikemudian hari.   Sebagian lain berpendapat, tidak masalah mengajarkan membaca dan menulis sejak anak usia dini.   Biasanya yang memiliki pendapat untuk membolehkan anak diajarkan baca dan tulis dilatarbelakangi agar anaknya tidak mengalami kesulitan ketika masuk sekolah dasar.   Tuntutan masuk ke sekolah dasar pada saat ini mensyaratkan bahwa anak sudah mampu untuk membaca dan menulis.
            Kenyataannya, anak yang masuk di sekolah dasar hampir seluruhnya bisa membaca, kalaupun ada yang belum bisa, bukan berarti tidak bisa, hanya tinggal melancarkan saja. Paling tidak huruf abjad mereka sudah mengenalnya dengan baik. Yang masih menjadi kendala anak-anak yang belum lancar membaca, biasanya kebingungan membedakan antara huruf b dan d atau u dan n. Selebihnya anak-anak bisa membaca meski dengan mengeja. Tantangan guru sekolah dasar adalah bagaimana membuat anak yang belum lancar membaca menjadi lancar, karena bisa tidak bisa, mau tidak mau membaca adalah aktivitas utama agar kita dapat belajar dengan baik.
            Setelah dapat membaca, anak akan lebih mudah dalam mengikuti langkah belajar selanjutnya yakni menulis. Dalam pembelajaran di sekolah peserta didik melakukan aktivitas menulis dalam banyak aspek, seperti menjawab pertanyaan dan mengarang. Jika menjawab pertanyaan, anak-anak akan lebih mudah , karena jawabannya sudah pasti pernah diungkapkan oleh guru sebelumnya, peserta didik hanya membutuhkan jeda waktu untuk mengingat kembali penjelasan guru atau bacaan lalu menyalinnya dalam baris jawaban, tapi tidak dengan mengarang atau membuat karangan.