Minggu, 22 September 2013

Mimpi Pagi Arini


FLP Ranting UIN Malang & Aura Pustaka


“Dua hari lagi, bersiaplah kau diujung jalan. Aku akan menjemputmu dengan sepeda terbang”
“Jangan bercanda Mas, mana ada sepeda terbang?”
Benar-benar gila kau Mas. Mana ada sepeda terbang di dunia ini. Rupanya kau terlalu banyak makan gaplek . Hingga syaraf otakmu yang bersimpul menggulung, semakin tak berbentuk. Ah, kau gila, dan aku semakin tergila-gila padamu.
 “Sudah siapkah kau menjemput pagi?” Katamu diujung sana.
“Tentu, perutku sudah bosan dengan bongkahan gaplek, adik pun tak henti merengek, mengingatkan biaya sekolah yang menggunung. Kapan kita berangkat menjemput pagi?”
***

Minggu, 08 September 2013

Cermin Hidup


FLP Malang & Ide Kreatif

                Aku mengenalnya setahun lalu, kami disatukan oleh angin dan takdir, disatukan atas nama kesamaan keadaan. Mungkin tak ada yang bisa merasakan perasaanku,kecuali bila mereka mengalami hal yang sama sepertiku. Menjadi gadis yang berbeda dan bertemu perbedaan yang sama di gadis lain. Aku seperti menemukan kaca kehidupan. Kaca yang benar-benar hidup. Bila aku bertemu dengannnya, aku seperti melihat diriku.  Diriku dulu dan kini.

Masih kuingat dialog pertamaku dengan orang yang mengirim dia padaku. Dialog datar khas perkenalan mahasiswa baru dan seniornya di suatu malam yang menusuk di bumi perkemahan Bedengan dalam acara orientasi jurusan PGMI.

“Kenapa nggak ikut jelajah malam”, kata pemuda itu padaku.
“Maaf Mas, kakiku sakit”, jawabku setengah takut
“Sakit? Sakit apa?”
“Sudah dari lahir”, jawabku singkat
Hening. Kami terdiam beberapa lama.
“Aku juga punya teman seperti kamu”
“Maksudnya?”, aku bingung
“Cara dia berjalan seperti kamu, dia juga suka nulis”, katanya lirih.

Celana Oh Celana

Mendadak Lucu PNBB dan Pustaka Aura




Aku lahir di desa yang mayoritas beragama Islam. Anak-anak di desaku terbiasa dengan ritual wajib yang harus dilaksanakan setiap hari yakni mengaji  di surau. Hampir setiap surau, selalu ada majelis mengaji setiap sore, tepatnya setelah sholat Ashar  sampai sebelum bedug Maghrib. Kami hanya dapat libur pada hari Kamis.


           



 Seperti orang tua yang lain, orang tuaku menyuruhku dan adik ngaji di masjid setiap sore. Ibuku selalu berteriak memanggil-manggil kami, bila waktu ngaji tiba sedang aku masih bermai dengan teman-temanku. Tak jarang ibuku menyuruh teman-temanku pulang secara paksa. 

“Ayo muleh kabeh,ngaji-ngaji, dolanane diterusne sesuk maneh yo” (Ayo pulang semua, sudah saatnya ngaji, bermainnya dilanjutkan besok saja).
“Mesti lek krungu adzan lagek adus”(Dengar  adzan, baru mandi). Ayahku marah. Kalau sudah begini, aku takut. Aku tahu itu salah, tapi entahlah Rizza kecil selalu mengulang kesalahan yang sama hampir setiap hari. Dasar badung....

Masak-Masakan



Antologi Pertama, PNBB dan Penerbit IMG

Kira-kira umur saya baru empat tahun saat itu, ketika ibu saya membelikan mainan berupa replika alat-alat masak, ada panci kecil, kompor, pisau dan instrumen dapur lainnya, bahannya dari plastik, berwarna-warni. Ketika itu saya menyebutnya masak-masakan.  Mainan seperti ini banyak di jumpai di pasar-pasar tradisional.

Sebelum masuk TK saya bermain sendirian. Karena saya anak pertama dan adik saya kala itu masih bayi, praktis tak ada kawan saya bermain masak-masak-an. Meskipun saya bermain seorang diri namun ‘dunia’ saya sangat riuh. Terkadang saya menirukan bunyi aneka bahan makanan ketika proses memasak. Mulut kecil saya berbunyi sreeengg menirukan bunyi sepotong tempe yang meluncur di penggorengan atau  blukuthuk.....blukhuthuk untuk air yang mendidih. Kadang-kadang saya juga membawa sebuah boneka, yang dalam film masa kecil part masak-masak-an berperan sebagai anak saya. Saya memperlakukan boneka itu seolah-olah ia hidup. Cup....cup...jangan nangis Dek, makan dulu gih.....aaaaa...aem. Sambil masak-masak-an mulut saya tak berhenti berbicara.

Permainan ini terus berlanjut hingga saya memasuki sekolah dasar. Teman bermain saya tak hanya boneka sekarang. Setiap hari setelah pulang sekolah beberapa teman  bermain di runah saya. Ya.. bermain masak-masak-an. Tak hanya perempuan, laki-lakipun ada. Rumah saya yang awal-nya sudah ramai oleh celoteh saya sekarang semakin ramai.